"Roma tidak dibangun dalam sehari. Langkah besar selalu diawali dengan tapak langkah kecil. Sebuah pemikiran dan cita-cita agung, kadang berasal dari sebuah kata atau impian sederhana. Kadang pula sebuah catatan, memiliki nilai berharga ketimbang monumen atau istana, dan setiap orang mampu untuk menciptakannya."

Minggu, 05 Agustus 2012

RiSALAH KEPEMIMPINAN (Jilid 3 Selesai)

Tulisan ini merupakan lanjutan dari jilid 1 dan 2, dan untuk kesekian kali penulis tidak bermaksud mengurui para pembaca. Tulisan ini pun bukan sekedar khayalan atau fiksi imaginer namun hasil telaah penulis terhadap pengalaman pribadi penulis sendiri. Peran aktif penulis dalam berorganisasi ditingkat sekolah menengah dan tingkat atas, di lingkungan kampus dan partisipasi dalam kegiatan masyarakat, sedikit banyak memberikan inspirasi dalam penulisan 3 jilid risalah kepemimpinan ini. Penulis pernah memiliki kesempatan belajar menjadi ketua, sekretaris, dan anggota dalam struktur organisasi. Hasil dari pembelajaran tersebut, penulis coba terjemahkan kedalam tulisan. Sehingga tidak hanya sebagai bahan pengingat dan acuan bagi penulis pribadi, namun diharapkan pula menjadi bahan referensi sederhana kepada rekan-rekan pembaca.

Risalah kepemimpinan jilid 3 ini adalah rangkaian terakhir dari tulisan penulis mengenai risalah kepemimpinan. Pada jilid terakhir ini, penulis coba mengulas perilaku berkepemimpinan kedalam tiga tindakan (Three Act’s of Leader). Jilid 3 ini merupakan jilid implementasi dari jilid sebelumnya, sehingga lebih mengacu kepada hal-hal yang bersifat taktis. Berikut ini ulasannya:

1.    Supportcircle with Opforline, yaitu seorang pemimpin dalam melakukan tindakan taktis membutuhkan pengetahuan mengenai lingkaran pendukung (supportcircle) dengan garis lawannya (opforline). Sebelum bertindak, pemimpin sudah lebih dulu menghitung modal dan perangkat yang dimiliki, siapa kawan dan pengikutnya yang memiliki loyalitas penuh terhadap pribadi dan pemikirannya. Pemimpin yang berperilaku baik, tentu lebih mudah dan lebih banyak memiliki lingkaran-lingkaran pendukung. Seperti apa pemimpin yang baik itu, silakan baca kembali pada jilid 2 ditulisan sebelumnya. Memilih dan menentukan anggota dalam lingkaran pendukung tidak mudah. Jika komunikasi tidak optimal bisa mengakibatkan kecemburuan struktural organisasi. Pemimpin harus bisa merajut lingkaran yang bersifat mutualis. Lingkaran tersebut harus diberikan kesadaran akan kelebihan dan kekurangan individu masing-masing. Lingkaran pendukung harus memiliki sifat terbuka dan kepercayaan antara individunya. Jika ingin lingkaran kuat, pemimpin harus bisa menjadi teman dan saudara bagi mereka, dan jangan pernah mengistimewakan salah satu dari yang lain. Distribusikan tugas dan tanggung jawab yang merata dan jelas kepada lingkaran pendukung. Untuk menunjang kesempurnaan peran lingkaran pendukung, pemimpin harus memiliki garis lawan (opforline). Maksudnya, pemimpin harus bisa menciptakan lawan diluar tubuh organisasi. Hal tersebut memiliki manfaat, agar energi berpendar keluar, bukan saling jegal dan ambisi sempit untuk menjatuhkan sesama rekan. Pemimpin harus menghadirkan sosok pesaing di luar struktur organisasi, sebagai contoh, perusahaan/institusi/organisasi A, membentuk garis lawan bersifat vis a vis (berhadapan) terhadap perusahaan/institusi/organisasi B. Arti lawan disini dapat diartikan dalam hal persaingan daya kreatifitas, persaingan mutu produk, atau persaingan fasilitas pelayanan.
2.      Brightspace with Blackspot, yaitu seorang pemimpin dalam bertindak taktis membutuhkan kedewasaan diri dalam menunjukan ruang cerah (brightspace) dengan titik hitam (blackspot) dalam organisasi. Dalam bertindak, seorang pemimpin harus menunjukan keyakinannya bagi masa depan organisasi dan pengembangan masa depan individu didalamnya. Sehingga dalam melakukan tugas dan tanggung jawab, anggota organisasi bersemangat untuk kemajuan bersama. Jangan pernah menghalangi individu yang maju dan berkembang, apalagi menganggapnya sebagai ancaman, justru mereka harus didukung sebagai aset penting bagi organisasi. Pemimpin harus berani memberikan insentif, bagi anggota organisasi yang berhasil melaksanakan tugas dan kewajibannya. Sehingga sebelum tugas dilaksanakan, pemimpin harus membekali anggotanya melalui briefing. Dalam briefing tersebut, bangunkan semangat para anggota dan yakinkan bahwa tugas tersebut adalah untuk masa depan mereka, jangan pernah mengambil kata-kata yang bersifat ancaman yang tertuju pada individu. Tapi ambil ungkapan-ungkapan yang bernada blackspot (titik hitam). Artinya apabila tugas mengalami kendala atau kegagalan itu ditujukan sebagai kegagalan organisasi. Dengan demikian, setiap anggota organisasi akan berusaha agar organisasinya tidak mengalami kegagalan, dan akan muncul rasa militansi dalam memiliki organisasi. Kepercayaan yang diberikan tersebut, dengan sendirinya, akan memunculkan individu sportif yg mengakui kesalahannya apabila dia berbuat salah terhadap organisasi. Bagaimana bila pemimpinnya yang salah? Silakan baca tulisan sebelumnya pada jilid 1 dari tulisan ini.
3.    Playmaker with Kingmaker, yaitu seorang pemimpin dalam setiap tindakan taktisnya tidak hanya berperan sebagai pengatur permainan (playmaker) namun juga mendidik pengantinya (kingmaker) setahap demi setahap. Kegiatan atau tugas yang dijalankan sebuah institusi/organisasi tidak melulu ditangani langsung oleh seorang pemimpin sebagai eksekutor/pelaksana. Pemimpin dapat berperan sebagai playmaker yang tidak harus sebagai striker pencetak gol ke dalam gawang. Dia justru memberikan umpan-umpan kepada para eksekutor lapangan. Mengarahkan pola-pola penyerangan, bahkan mampu turut membantu lini pertahanan. Bahkan saat terjadi kebuntuan serangan, playmaker dapat membuat terobosan baru untuk berusaha memenangkan pertandingan. Terobosan baru dalam tindakan taktis merupakan suatu keniscayaan bagi seorang pemimpin. Tentu saja tidak dengan cara-cara yang melanggar aturan permainan. Peran pemimpin sebagai playmaker pun pada dasarnya memberikan didikan/kaderisasi bagi kemajuan organisasi, khususnya bagi calon-calon pengantinya di masa mendatang. Pemimpin harus bisa menjadi pengkader (kingmaker), melalui proses bertahap dan bukan instan. Pemimpin harus jeli melihat potensi-potensi yang kelak dapat mengantikan dirinya, maka pemimpin tidak boleh kikir dengan ilmu dan ide-ide masa depannya. Pemimpin dalam hal taktis, harus berani memberikan tugas dan tanggung jawab kepada orang pilihannya agar dapat membuktikan kemampuan yang dimilikinya. Jangan terlalu banyak mendikte, biarkan peserta kader melakukan kreatifitas dan inovasi baru dalam tugas-tugasnya. Pemimpin hanya perlu membimbingnya agar setia pada jalur visi dan misi organisasi.

Demikianlah tiga hal terkait tindakan pemimpin dalam tulisan terakhir dari rankaian risalah kepemimpinan. Jika rekan pembaca menganggap tulisan ini sekedar ambisi pribadi dari penulis, anggapan tersebut boleh-boleh saja. Atau rekan pembaca memandang tulisan ini, terlalu utopia karena pada kenyataannya apa yang tertulis tidak serta merta mudah diimplementasikan ke dalam praktek lapangan. Pandangan itu pun boleh-boleh saja. Sekali lagi penulis tekankan, bahwa tulisan ini bukan untuk mengurui, tapi sebagai arsiparis pengalaman penulis selama aktif dalam organisasi. Kalaupun tulisan ini dapat memberikan manfaat sebagai bahan referensi bagi rekan pembaca yang dalam posisi memimpin, penulis turut berharap semoga pembaca dapat menjadi pemimpin yang baik. Karena penulis pun bagian dari masyarakat kebanyakan yang merindukan munculnya sosok-sosok pemimpin yang baik, yang dapat mengayomi dan memperjuangkan kebaikan bagi sesama.

(060812)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

para komentator dipersilakan masuk dan jangan lupa sertakan nama anda dibawah tulisan komen anda setelah selesai.makasi sebelumnya.

berikan komentar untuk tulisan di atas, klik icon 'komentar kamu' dan beri 'nilai.'


Kutipan para eksistensialis

  • “The Ego is partly free. partly determined, and reaches fuller freedom by approaching the Individual who is most free: God.” (Muhammad Iqbal)
  • “Man is condemned to be free; because once thrown into the world, he is responsible for everything he does.” (Jean-Paul Sartre)
  • “Except our own thoughts, there is nothing absolutely in our power.” (Rene Descartes)
  • “Life has its own hidden forces which you can only discover by living.” (Soren Kierkegaard)
  • “Most people do not really want freedom, because freedom involves responsibility, and most people are frightened of responsibility.” (Sigmund Freud)