Rokok tidak saja mengganggu kesehatan penikmatnya, tapi juga bisa mengganggu kenyamanan orang disekitarnya. Lumrah kalau dibuat peraturan, adanya larangan merokok di tempat umum. Sebaik apapun peraturan dibuat, sebaik apapun perangkat hukum, kalau tidak ada kesadaran bagi si perokok sendiri, rasanya sulit. Padahal orang yang bukan penikmat rokok, pasti sangat terganggu dengan asap rokok. Bayangkan, disebuah mobil angkutan umum, sesak dengan penumpang, jalanan macet, hujan turun begitu deras, sementara tanpa peduli seseorang menyulut rokok. Asap putih mengepul mengisi ruang angkutan umum, dengan jendela tertutup karena hujan, pastinya asap yang terpenjara itu jadi begitu menyebalkan. Apalagi si perokok, pasti disumpahserapahi penumpang yang tidak suka rokok. Meski dalam hati. Jarang ada orang yang langsung menegur, atau minta mematikan rokok pada si perokok. Padahal seseorang punya hak untuk bebas dari asap rokok. Punya hak untuk hidup sehat.
Seorang perokok dengan latar pendidikan yang cukup, pergaulan sosial yang luas, dan pekerjaan yang mapan, seharusnya bisa menempatkan diri saat ingin merokok. Tidak semaunya saja, bahkan tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Bagaimanapun seorang perokok hidup diantara banyak orang yang bisa jadi antirokok. Kebebasan seseorang pada dasarnya dibatasi dengan kebebasan orang lain. Selain adanya kesadaran akan hak kebebasan orang lain, juga dilandasi dengan aturan hukum. Di dalam hukum, setiap orang menyerahkan sebagian kebebasannya untuk diatur. Dengan maksud agar kebebasan itu tidak berbenturan dengan kebebasan orang lain. Nah, bagi perokok yang memiliki kebebasannya menghisap rokok, juga harus tahu kalau orang lain punya kebebasan yang sama untuk tidak menghisap asap rokok. Siapapun yang merenggut kebebasan orang lain, pastinya itu bagian dari praktek penjajahan. Dan bukankah setiap orang tidak suka dengan segala bentuk penjajahan?